Mempertanyakan Kejujuran Calon Pasangan
Assalamualaikum
pak ustadz. mohon ijin untuk bertanya. Saya adalah laki-laki yang ingin segera menikahi calon saya setelah dia lulus kuliah. dan saya sudah bertunangan. Saya adalah orang yang sangat setia, tetapi saya pernah diselingkuhi oleh pasangan saya, dia mempunyai hubungan dengan pria lain dan saya sering dibohongi. Kemudian saya memberikan ketegasan kepada calon saya tersebut sampai akhirnya dia minta maaf kepada saya dan dihadapan orang tua saya. Karena rasa sayang saya yang besar dan keinginan untuk menjadi imamnya yang bisa membimbingnya, saya masih mempertahankan hubungan ini. Tetapi saya tidak melihat perubahan sikapnya dan hati saya belum lega. Masih saja terbersit curiga. Ketika saya nanti menikah dengan dia, saya ingin membuatnya jujur apa yg telah dia perbuat selama dia berhubungan dengan pria lain. Apakah sampai berbuat mendekati zina atau tidak. Saya sangat ingin kejujuran walaupun itu pahit. Saya ingin nanti menanyainya dan saya juga akan sampaikan jika dia ternyata pernah berbuat mendekati zina dan tidak dia katakan jujur kepada saya sebagai suaminya, saya tidak akan ridho dunia akhirat. Pertanyaan saya pak ustadz, bagaimana rencana langkah saya tersebut ditinjau dari segi agama? Terimakasih. Wassalamualaikum.
Dari Ant
Jawab:
Wa ‘alaikumus salam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Islam menganjurkan agar masing-masing individu merahasiakan setiap dosa dan kesalahan yang dia lakukan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَصَابَ مِنْ هَذِهِ الْقَاذُورَاتِ شَيْئًا فَلْيَسْتَتِرْ بِسِتْرِ اللَّهِ
“Siapa yang tertimpa musibah maksiat dengan melakukan perbuatan semacam ini (perbuatan zina), hendaknya dia menyembunyikannya, dengan kerahasiaan yang Allah berikan.” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’, no. 1508).
Bahkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang keras, menceritakan perbuatan maksiat yang pernah dia lakukan dalam kondisi sendirian. Menceritakan maksiat bisa menjadi sebab, Allah tidak memaafkan kesalahannya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ أُمَّتِى مُعَافًى إِلاَّ الْمُجَاهِرِينَ ، وَإِنَّ مِنَ الإِجْهَارِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ بِاللَّيْلِ عَمَلاً ، ثُمَّ يُصْبِحَ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ ، فَيَقُولَ يَا فُلاَنُ عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا ، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ وَيُصْبِحُ يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ
Semua umatku akan diampuni, kecuali orang yang terang-terangan melakukan maksiat. Termasuk bentuk terang-terangan maksiat, seseorang melakukan maksiat di malam hari, Allah tutupi sehingga tidak ada yang tahu, namun di pagi hari dia bercerita,
‘Hai Fulan, tadi malam saya melakukan perbuatan maksiat seperti ini..’
Malam hari Allah tutupi kemaksiatanya, pagi harinya dia singkap tabir Allah yang menutupi maksiatnya. (HR. Bukhari 6069 & Muslim 7676)
Karena itulah, islam menganjurkan agar setiap muslim berusaha menutupi dan merahasiakan aib saudarannya. Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا سَتَرَهُ اللَّهُ فِى الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ
Siapa yang menutupi aib seorang muslim, Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. (HR. Bukhari 2442, Muslim 7028, dan yang lainnya).
Islam juga memberikan ancaman keras, bagi orang yang suka mencari-cari aib orang lain. Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, beliau menceritakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah naik mimbar dan bersabda,
مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ وَمَنْ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِى جَوْفِ رَحْلِهِ
Siapa yang mencari-cari aib saudaranya sesama muslim, Allah akan mencari-cari aibnya. Dan siapa yang Allah cari aibnya, akan Allah permalukan meskipun dia berada di dalam rumahnya. (HR. Turmudzi 2164 dan dinilai hasan shahih oleh al-Albani).
Islam tidak pernah mengajarkan tradisi buka-bukaan. Islam juga tidak menganjurkan agar calon pasangan suami istri untuk saling menceritakan masa lalunya. Yang akan menghisab amal istri bukan suami, demikian pula istri tidak bisa menghisab amal yang pernah dikerjakan suaminya.
Tidak Manfaat!
Apa manfaatnya masing-masing harus menceritakan dengan jujur masa silamnya setelah menikah?
Jika suami tidak terima dengan perbuatan buruk yang pernah dilakukan istrinya di masa silam, akankah suami akan memberikan pahala bagi amal baik istrinya di masa silam?. Jika orang mau adil, seharusnya ini seimbang.
Sebaliknya, jika istri tidak terima dengan perbuatan buruk yang pernah dilakukan suaminya, akankah dia akan memberikan pahala untuk amal soleh yang dilakuka suaminya?
Masa silam sudah berlalu. Baik suami istri jujur maupun bungkam tidak menceritakan, kejadian itu takkan bisa dihapus. Justru cerita yang anda dengar, akan menyayat hati anda sebagai pasangannya.
Masa Silam, Pertimbangan Sebelum Menikah
Benar, masa silam bisa dijadikan pertimbangan sebelum para calon ini naik ke pelaminan. Dengan ini, masing-masing bisa menentukan langkah, lanjutkan atau lupakan.
Pertama, Jika calon suami bersedia menerima calon istri dengan semua latar belakangnya, dan masing-masing menunjukkan perubahan untuk menjadi baik, bisa dilanjutkan ke jenjang pernikahan. Tugas dia selanjutnya, lupakan masa silam masing-masing, dan jangan lagi diungkit.
Kedua, Jika calon suami masih keberatan menerima latar belakang calon istrinya, atau selalu dibayang-bayangi kesedihan, atau kepercayaan kepada calon istri belum bisa tertanam, sangat disarankan agar tidak dilanjutkan, dari pada kebahagiaan keluarga harus tersandra dengan kecurigaan.
Allahu a’lam.
Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Artikel asli: https://konsultasisyariah.com/24325-haruskah-bertanya-masa-silam-calon.html